Prevalensi Stunting Sulbar 30.3 Persen, Targetkan Turun dengan Program Zero Dose Immunization

MAMUJU, REFERENSIMEDIA.COM — Sulawesi Barat menjadi provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi kelima di Indonesia, dengan angka 30,3 persen. Kabupaten Majene sendiri mencatat angka 30,5 persen, dengan penurunan sebesar 10,1 persen dari tahun sebelumnya.
Data itu diungkap Ketua Tim Kerja Pelatihan dan Pengembangan Perwakilan BKKBN Sulawesi Barat (Sulbar), Edwin Bara, pada kegiatan pendampingan Tim Pendamping Keluarga (TPK), dengan tema ‘Zero Dose Immunization’, digelar di Aula Hotel Amasi, Kabupaten Majene, Rabu 2 Oktober 2024.
Untuk tahun 2024, menurut Edwin, target prevalensi stunting di Sulawesi Barat ditetapkan pada 18,61 persen. Sementara Kabupaten Majene menargetkan penurunan hingga 20,79 persen, yang berarti ada penurunan 9,71 persen yang harus dicapai oleh Kabupaten Majene.
Dengan mengutip hasil Survey Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023, Edwin mengatakan angka stunting di Indonesia masih berada di level yang cukup tinggi, yaitu 21,5 persen. WHO (Badan Kesehatan Dunia) sendiri merekomendasikan prevalensi stuntimg di bawah 20 persen.
Acara yang menghadirkan 100 orang Tim Pendamping Keluarga dari Kecamatan Banggae, Banggae Timur dan Pamboang, bertujuan meningkatkan kapasitas Tim Pendamping Keluarga dalam mendampingi keluarga yang memiliki baduta/balita.
Pendampingan dilakukan dengan tujuan terjadi perubahan perilaku keluarga. Caranya, melalui penyuluhan dan Konunikasi, Informasi, Edukasi (KIE) dalam upaya peningkatan cakupan imunisasi dasar dan penurunan stunting di wilayah Sulawesi Barat.
Edwin Bara menjelaskan, dalam rangka percepatan penurunan stunting, salah satu upaya yang penting adalah memastikan anak-anak mendapatkan imunisasi dasar lengkap.
“Imunisasi dasar sangat berpengaruh terhadap proses tumbuh kembang bayi. Apabila anak memiliki status kesehatan yang kurang baik, maka akan terjadi perlambatan pertumbuhan dan perkembangan,” jelas Edwin.
Lebih lanjut, Edwin menjelaskan tentang kondisi Zero Dose Immunization, yakni kondisi di mana seseorang tidak menerima dosis apapun dari vaksin dasar yang direkomendasikan pada usia tertentu, seperti vaksin BCG, polio, pentavalen, dan campak.
Anak-anak yang tidak menerima vaksin dasar ini dikenal dengan istilah Zero Dose Children.
Pada kesempatan yang sama, Nopian Hendriana, S.ST, MM, Penyuluh KB Ahli Madya Direktorat Bina Penggerakan Lini Lapangan, menekankan bahwa keberhasilan pelaksanaan program tidak lepas dari pentingnya membangun komunikasi yang baik antara Tim Pendamping Keluarga dan masyarakat.
Dengan komunikasi yang lebih akrab dan mendalam, diharapkan masyarakat yang awalnya ragu atau enggan untuk membawa anaknya ke posyandu dapat lebih terbuka dan paham akan manfaat layanan kesehatan yang ditawarkan, terutama terkait imunisasi dasar.
“Pendekatan ini bertujuan untuk memaksimalkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya imunisasi dan kesehatan anak, khususnya dalam pencegahan stunting. Komitmen untuk memberikan layanan terbaik pada masyarakat akan terus kami tingkatkan,” ujar Nopian.
Program Zero Dose Immunization yang difokuskan pada Kabupaten Majene menjadi salah satu langkah penting dalam menurunkan angka stunting di wilayah tersebut, mengingat masih tingginya prevalensi stunting di Sulawesi Barat.
Dengan terus mengedepankan pendekatan komunikasi antarpribadi, diharapkan masyarakat semakin sadar dan aktif berpartisipasi dalam layanan kesehatan, terutama dalam upaya mencapai target penurunan stunting secara nasional.
Lebih lanjut, Nopian menekankan bahwa kegiatan ini merupakan salah satu upaya memaksimalkan capaian penurunan prevalensi stunting menjadi 14 persen untuk memastikan Indonesia Emas 2045 tercapai. Bukan justru Indonesia cemas pada tahun tersebut.
“Kegiatan ini sangat strategis dalam mendukung percepatan penurunan prevalensi stunting, yang menjadi fondasi penting untuk mewujudkan generasi unggul menuju Indonesia Emas 2045. Generasi sekarang adalah tumpuan masa depan bangsa,” ujar Nopian.
Pelaksanaan kegiatan ini juga menitikberatkan pada peningkatan kualitas komunikasi antarpribadi (KAP) bagi Tim Pendamping Keluarga. Nopian menjelaskan bahwa komunikasi efektif dengan masyarakat merupakan kunci keberhasilan dalam mengedukasi dan mengajak masyarakat untuk berperan aktif dalam program kesehatan.
● Komunikasi Antar Pribadi
Seluruh peserta akan dibagi ke dalam beberapa kelas untuk menerima materi khusus tentang Komunikasi Antar Pribadi (KAP). Materi ini akan disampaikan oleh tim fasilitator KAP dari pusat dan fasilitator Perwakilan BKKBN Provinsi Sulawesi Barat.
Pembagian kelas ini bertujuan untuk memberikan pemahaman lebih mendalam tentang teknik komunikasi efektif yang dapat diterapkan oleh Tim Pendamping Keluarga dalam berinteraksi dengan masyarakat.
Melalui pendekatan yang lebih personal dan terstruktur, diharapkan setiap peserta dapat menguasai keterampilan komunikasi yang baik, guna meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya imunisasi dasar dan pencegahan stunting.
Dengan adanya pendampingan langsung dari fasilitator pusat dan daerah, peserta akan dibekali berbagai strategi komunikasi yang dapat diaplikasikan saat melakukan sosialisasi di lapangan. Sehingga program percepatan penurunan stunting dapat berjalan lebih optimal.
Turut hadir dalam acara tersebut, Ketua Tim Kerja Pengelolaan dan Pembinaan Tenaga Lini Lapangan, Padly Hadis Said, S.Sos; Tim Fasiitator KAP Pusat dan Fasilitator Provinsi serta Perwakilan INEY World Bank. (***)
Leave a Reply