Aktivis Kecewa dengan Kinerja Penyidik Kejati Sulbar pada Kasus Stadion Manakarra, KPA dan PPTK Tak Tersentuh Hukum

MAMUJU, REFERENSIMEDIA.COM – Vonis 5,6 tahun oleh Pengadilan Tipikor Mamuju untuk kontraktor dan konsultan proyek rehabilitasi stadion manakarra mamuju yang menelan anggaran BOK sebesar Rp.9,3 miliar disoroti aktivis.
Koordinator Aliansi Pemerhati Sulawesi Barat, Muliadi menilai hasil penyidikan Kejati Sulbar soal kasus dugaan korupsi rehabilitasi Stadion Manakarra Mamuju aneh.
Pasalnya, penyidik dari Kejati Sulbar hanya mentersangkakan pihak penyedia jasa dan konsultan proyek sementara Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan PPTKnya tidak tersentuh hukum.
Padahal, proyek ini hanya bisa dicairkan oleh kontraktor atas persetujuan dan sepengetahuan oleh KPA dan PPTK. Oleh sebab itu, Ia merasa ada yang janggal dengan kasus ini.
“Anggaran proyek ini pastinya cair lewat persetujuan KPA dan PPTK. Artinya, atas persetujuan pejabat-pejabat tersebut. Jadi aneh kalau mereka tidak tersentuh hukum,” ujar Muliadi, Rabu, 16 Juli 2025.
Sebelumnya, Muliadi mengaku sudah pernah berkoordinasi langsung dengan Aspidsus dan Kasi Penyidikan Kejati Sulbar terkait kejanggalan kasus stadion manakarra ini.
Menurut penjelasan Aspidsus Kejati Sulbar, La Kanna saat itu, kontraktor dan konsultan yang menjadi tersangka, tidak pernah menyebut keterlibatan pihak lain dalam kasus yang merugikan keuangan negara sekira Rp 1,1 miliar tersebut.
“Pak Aspidsus bilang, tersangka mengaku ini inisiatif mereka sendiri. KPA tidak terlibat, hanya tanda tangan dokumen yang sudah ada,” kata Muliadi.
Padahal sesuai Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, Muliadi menerangkan, unsur-unsur tindak pidana korupsi meliputi perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana, memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
“Coba diperhatikan unsur korupsi ini, memperkaya diri sendiri atau orang lain, dan merugikan negara. Apakah unsur ini tidak dipenuhi oleh para pejabat di dinas terkait?” herannya.
Ia menilai, meskipun KPA menandatangani surat pencairan proyek karena ditekan atau dengan alasan lainnya, pejabat tersebut harusnya tak bisa lolos dari jerat hukum.
Pejabat tersebut, kata Muliadi, secara sadar ikut membuat terjadinya pelanggaran hukum dan merugikan keuangan negara.
Selain itu, dirinya juga menyinggung kinerja penyidik yang hanya menunggu pengakuan saksi tanpa bisa melakukan apa-apa.
“Kenapa penyidik seakan tunggu bola, hanya bergantung pada pengakuan saksi. Harusnya kan penyidik bisa mencari sumber bukti lain. Aturan soal mekanisme perencanaan hingga pencairan proyek infrastruktur itu kan jelas,” pungkas Muliadi. (mk)
Leave a Reply