Berita

Persoalan Tambang Pasir yang Menempati Lahan HL di Pasangkayu, Komisaris CV. Maju Bersama Menilai Gakkum dan ESDM Sulbar Tidak Adil

MAMUJU, REFERENSIMEDIA.COM — Direktur CV. Maju Bersama, Hj. Muliati akhirnya memenuhi panggilan pemeriksaan oleh Penyidik Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wilayah Sulawesi, Kamis, 29 Agustus 2024.

Tampak kehadiran Muliati didampingi Suaminya yang merupakan Komisaris CV. Maju Bersama, H. Suhardi dan Anaknya, Muhammad Ishak yang juga turut diperiksa oleh Penyidik Balai Gakkum Sulbar.

Pemeriksaan dilakukan oleh penyidik dimulai sekitar pukul 10.00 Wita. Ketiganya diperiksa terkait penambangan pasir yang stock filenya diduga masuk wilayah Kawasan Hutan Lindung di Dusun Kalindu, Desa Lariang, Kecamatan Tikke Raya, Kabupaten Pasangkayu.

Dari pemantauan referensimedia.com
dilapangan, Hj. Muliati diperiksa hanya sekitar satu jam oleh penyidik. Berbeda dengan Suami dan Anaknya, yang diperiksa hingga sekitar pukul 15.00 Wita.

Saat ditemui usai diperiksa, Komisaris CV. Maju Bersama, H. Suhardi teelebih dahulu mengklarifikasi adanya pemberitaan bahwa dirinya mangkir untuk diperiksa di Gakkum Sulbar.
“Bukan saya mangkir, tapi kemarin pagi itu saya masih ada di Jakarta, sore baru tiba di Pasangkayu jadi tidak sempat hadir. Makanya hari ini saya baru sempat menghadiri panggilan Gakkum. Karena ada cerita bahwa saya mangkir, padahal saya tidak ada ditempat jadi tidak bisa hadir,” ujar Suhardi.

H. Suhardi mengaku diperiksa sebagai saksi dalam hal penempatan HL yang dilakukan oleh Mr. Kwong dengan Wahab Tola. Tidak ada hubungannya dengan perusahaannya yaitu CV. Maju Bersama.

Ia juga sangat mendukung penegakan hukum yang dilakukan oleh Balai Gakkum Sulbar terkait penambangan pasir yang diduga menyerobot Hutan Lindung (HL) di Pasangkayu.

“Kebetulan saya pemilik Ijin Usaha Pertambangan (IUP) batuan/pasir sungai seluas 24,7 Hektare di Sungai  Lariang lengkap. Jadi tidak ada kaitannya persoalan IUP dengan HL, karena HL ada didaratan sementara IUP ada didalam sungai, bukan HL. Hanya saja ada salahsatu rekanan mitra kerja saya yaitu Mr. Kwong yang menggunakan kawasan HL sebagai stock file,” ujar Suhardi.

Awalnya, lanjut Suhardi, Mr. Kwong tidak menggunakan stock file tapi mengangkut pasir yang sudah ditambang langsung naik ke tongkang. Tapi dengan berjalannya waktu Mr. Kwong tiba-tiba saja menggunakan stock file. Suhardi mengaku sempat melarang, tapi Mr. Kwong sudah terlanjur menyewa lahan stock file tersebut selama tiga tahun dengan mahar Rp.360 juta.

“Tanpa sepengetahuan saya dia (Mr. Kwong, red) mengontrak lahannya pihak ketiga, namanya Wahab Tola. Dan dialah yang paling bertanggung jawab karena dia mengkomersilkan lahan yang diklaim miliknya yang memiliki sertifikat. Tapi yang pastinya, pihak Gakkum Sulbar mengklaim itu HL, nah itulah yang menjadi satu permasalahan sekarang,” papar Suhardi.

Ditanya terkait kepemilikan sertifikat an. Wahab Tola, H. Suhardi mengaku tidak mengetahuinya. Karena dia tidak pernah melihat sertifikat yang dimaksud. Bahkan sampai hari ini Ia tidak pernah melihat kontrak perjanjian kerjasama antara Mr. Kwong dengan Wahab Tola.

“Katanya ada (sertifikatnya Wahab Tola, red), ya itulah yang perlu pembuktian. Artinya pihak penyidik dari Gakkum dan beberapa gabungan silahkan menyelidiki. Kita dukung Gakkum melakukan penegakan hukum. Yang pastinya, CV. Maju Bersama tidak ada sangkut pautnya dengan HL, karena kita memiliki IUP di sungai bukan didaratan,” ujarnya.

Suhardi menegaskan, permasalahan ini hanya terkait HL, bukan IUP. Kerjasamanya dengan Mr. Kwong hanya disungai saja bukan didaratan. Tapi karena Mr. Kwong menyewa lahan stock file Wahab Tola dan itu masuk HL menurut Gakkum, itulah yang menjadi persoalannya.

“Jadi Mr. Kwong itu bekerjasama dengan dua perusahaan, satu CV. Maju Bersama dan satunya lagi Wahab Tola. Yang milik Wahab Tola inilah yang masuk di kawasan HL. Makanya saya dipanggil Gakkum hanya sebatas saksi,” tambahnya.

Lebih jauh, Suhardi juga mengaku ditanyakan oleh penyidik Gakkum tentang siapa yang paling bertanggung jawab mengenai permasalahan dugaan penyerobotan HL ini.

 “Jadi saya jelaskan, menurut versi saya yang paling bertanggung jawab adalah orang yang menyewakan atau mengkomersilkan HL, Dalam hal ini Wahab Tola. Silahkan Wahab Tola membuktikan bahwa itu bukan HL, karena versinya Gakkum itu masuk kawasan HL. Saya tidak bisa berkomentar permasalahan itu apa masuk HL atau bukan, karena bukan kewenangan kami,” tegasnya.

Suhardi juga menyayangkan kepada aparat yang terlibat dalam penggrebekan kawasan HL yaitu Gakkum Sulbar dan aparat gabungan lainnya karena hanya menyita peralatan berat milik Mr. Kwong. Padahal masih banyak peralatan Wahab Tola dilokasi penggrebekan namun tidak disita. Sedangkan jelas sekali Wahab Tola terlibat kerjasama dengan Mr. Kwong.

“Mr. Kwong disita semua peralatannya karena beroperasi di HL, Sementara ada pihak lain (CV. Wahab Tola, red) dengan lahan yang sama tetap eksis beroperasi disitu (HL,red), lancar pekerjaannya tidak diapa-apai peralatannya. Padahal pemilik lahan yang menyewakan yaitu Wahab Tola masih bekerja sampai hari ini. Makanya saya bilang hebat dia,” tambahnya.

Selain itu, Suhardi juga bertanya, apakah peraturan yang dibuat pemerintah hanya diberlakukan untuk dirinya saja dan tidak berlaku untuk semua orang. Karena fakta yang terjadi dilapangan seperti itu. IUP yang dia miliki menjelaskan bahwa penambang tidak diperbolehkan menambang 50 meter dari bibir sungai karena dikhawatirkan akan terjadi abrasi. Tapi kenyataannya, ada banyak ijin yang dikeluarkan ESDM Sulbar yang tidak mengikuti aturan, salahsatunya adalah CV. Wahab Tola.

“Saya juga bertanya, apakah peraturan dibuat hanya untuk saya, atau untuk semua. Kenapa saya tanyakan begitu, karena ini aturan mengatakan bahwa penambangan pasir hanya bisa dilakukan 50 meter dari bibir sungai, karena menghindari terjadinya abrasi. Tapi setelah terbit ijin saya sesuai aturan, malah tumbuh menjamur ijin perusahaan kecil-kecil disamping perusahaan saya yang awalnya dilarang berdasarkan aturan. Berarti tidak berlaku lagi aturan, berlaku hanya untuk saya saja kan? Untuk orang lain tidak. Ini kita bicara fakta ini. Kenapa ada lagi muncul ijin seluas 1,4 hektare yang dikeluarkan oleh ESDM Sulbar yang rapat dibibir sungai,” ujarnya kesal.

Padahal, lanjut Suhardi, jika sejak awal tidak ada larangan aktivitas penambangan pasir harus 50 meter dari bibir sungai, maka sejak awal Ia mengaku akan membuat ijin yang rapat di bibir sungai.

“Kalau bisa menambang mepet di bibir sungai, kenapa saya dilarang. Kalau memang aturannya diperbolehkan, maka dari dulu saat saya membuat IUP saya kasi mepet memang ke bibir sungai. Tapikan aturannya tidak boleh. Sementara sekarang orang lain bisa, makanya saya bilang aturan hanya dibuat untuk saya tidak untuk orang lain,” tambahnya.

Suhardi mengaku tidak gentar berhadapan dengan siapapun yang tidak adil kepada dirinya, karena Ia merasa berjalan diatas rel kebenaran dan legal.

Ia menambahkan, saat ini perusahaannya menjadi penyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) terbesar di Sulbar. Bahkan perusahaannya sudah mendirikan Sekolah Dasar (SD) di Desa Lariang tempatnya melakukan penambangan pasir.

“Yang perlu kita cari itu siapa bekingnya, karena pasti ada yang beking. Jadi saya memang mau tuntaskan ini persoalan yang selama ini tertutup. Perusahaan saya rangking satu penyumbang terbesar PAD di Sulbar loh, boleh tanyakan ke BPK. Kurang apa saya, tidak ada perusahaan bikin sekolah dibawah. Saya bikin sekolah SD yang sampai saat ini masih beroperasi dan membantu anak disana,” ujarnya.

Sebagai referensi, sebelumnya, Kamis, 15 Agustus 2024, Balai Gakkum Sulbar telah mengamankan Warga Negara Asing (WNA) inisial Mr. Y (72) terkait tambang pasir ilegal yang diduga menyerobot lahan kawasan hutan lindung di Desa Lariang, Kecamatan Tikke Raya, Kabupaten Pasangkayu.
Balai Gakkum Sulbar turut mengamankan sejumlah alat berat yang digunakan menambang pasir di hutan lindung, yaitu 2 unit dumptruck 10 roda, 1 unit loader, 4 unit excavator, dan 1 unit dumptruck 6 roda di Kantor Dinas Kehutanan Sulbar. (*)

Post Related

Leave a Reply

Your email address will not be published.